Friday, April 19, 2019

Complicated

Akhir-akhir ini banyak sekali pikiran yang meronta minta diperhatikan. Semua seakan berharga dan penting untuk dipedulikan. Tak jarang merasa penuh berujung kebingungan.

Kegalauan seringkali salah diartikan. Ini bukan sekadar perihal percintaan. Banyak hal lebih rumit yang sedang menjadi beban pikiran.

Mempunyai banyak teman bukanlah jaminan. Kesepian seringkali menuntut diri terpaku dalam kesedihan. Meski sadar diri berlarut bukanlah sebuah jawaban.

Terasa berat terkurung dalam diri seorang penyakitan. Seolah raga tersusun dari rangka obat-obatan. Tergerus waktu berjelaga dalam kelemahan.

Keterbatasan seringkali disalahpahami sebagai alasan. Tanpa disadari bahwa sesungguhnya diri tidak merasakan. Mengambil kesimpulan memang terlihat lebih mudah untuk dilakukan.

Keterlambatan juga memicu tumpahnya tangisan. Mendengar betapa banyak kalimat terlontar tentang harapan. Seakan diri memang tiada berguna untuk diandalkan.

Berkaca seolah menjadi tamparan. Kala tubuh jauh dari kata yang diidealkan. Dimana jarum timbangan bergerak semakin ke kanan.

Pemikiran tidak lagi sama tentang kebahagiaan. Hanya ada kekurangan tanpa kelebihan. Menumpuk bahan untuk meratapi kesedihan.

Merasa hina akan kelalaian menjaga kesucian. Sang setan tertawa kala diri hanya bisa mematung tanpa perlawanan. Lalu menangis dan mengadu tanpa lisan.

Keputusan yang dijalani cerminan kebodohan. Menertawakan kelemahan yang tidak mampu berjuang melawan. Terombang-ambing dalam ketidakpastian.

Materi bak pisau yang menusuk melalui dua bagian. Menyembuhkan sekaligus menambah kesakitan. Menjadi penolong jua jembatan kehancuran.

Membingungkan kala obat menjadi pemicu sakit berkepanjangan. Menyedihkan ketika saran mendekatkan pada jurang kebingungan. Mengesalkan saat diri hanya terpaku pada kesedihan.

Cukuplah rumit sebatas ronta dalam pikiran. Biarlah sesak menjadi puncak dalam tangisan. Setidaknya aku bersukur aku tidak benar-benar sendirian.

No comments: