Tuesday, April 23, 2019

Bahagiaku Bila Banyak Uang

You sing, you lose :)


Ada yang bilang bahagia tidak bisa diukur dengan uang. Ya tapi coba pikirkan ini :


Lebih nyaman nangis di dalem mobil pribadi daripada diangkot.
Lebih enak ngegalau naik motor daripada jalan kaki.
Lebih nikmat perut terisi makanan daripada lapar.


Jangan naif. Semua orang butuh uang. Kecuali pilihannya sehat atau kaya. Jelas jawabannya sehat karena dengan sehat kita bisa mengumpulkan pundi-pundi uang menjadi kaya.


Lalu, sudah sakit juga tidak punya uang? Jawaban template dari orang-orang pasti "sabar ya". What the fuck are you talking about, dude? Jujur, itu kalimat paling tidak berguna. Semua orang tahu apa itu sabar. Tidak perlu ada ucapan seperti itu, tidak berefek apapun. Carilah kalimat yang lebih kreatif lagi atau minimal tidak meninggalkannya pergi.


Uang juga seringkali menjadi motif kriminalisme menjamur di dunia. Semua kalangan termasuk di dalamnya. Tidak pandang bulu apakah dirimu seorang pengangguran ataupun pejabat pemerintahan.


Suami bunuh keluarga karena himpitan ekonomi.
Anak bunuh orang tua karena tidak diberi uang.
Pelajar kelas 6 SD membunuh temannya karena menolak memberi uang saku.
Begal membunuh korban karena melawan memberikan harta benda.


Terlalu banyak masalah yang terjadi karena uang. Seolah nyawa manusia adalah hal yang setimpal bagi beberapa uang. Begitu remehnya memanusiakan manusia hanya karena materi semata.


Hal tersebut banyak menggerogoti manusia kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sisanya tentu saja kasus korupsi. Dimana tersangka masih bisa tertawa karena ada penjaminnya.


Perkembangan zaman mendorong manusia mengikuti tanpa peduli manusiawi. Ego yang merajai gengsi terus berlomba ingin tampil dipuji. Tak ayal halal haram hantam banyak dilakukan lagi.


Makhluk sosial yang haus akan pengakuan pasti selalu berada dalam lingkaran gengsi. Namun, gengsi bukanlah tolak ukur harga diri. Meski terlalu banyak "artis mendadak" pencetus inspirasi.


Di zaman yang serba instan, canggih, dan terus bergerak maju,  "Hidup itu murah, gengsi yang membuatnya mahal". Banyak kemauan tidak berbanding lurus dengan banyaknya uang. Alhasil terdengar lumrah jika mempunyai hutang.

Tidak, uang bukan hanya perihal gengsi. Terlalu kejam jika kita hanya melihat kasta dari yang tertinggi. Masih sangat begitu banyak manusia menggunakan uang untuk sekadar membeli makan sehari sekali.

Bukan pula tentang makanan mewah dalam resto megah. Tidak perlu juga pakaian terbaru penunjang bahan ghibah. Uang juga menjadi bahan tukar sehat dan selamat dari sakit tanpa kenal usia.

Mengumpulkan uang tidak akan pernah ada puasnya. Sebut saja para miliarder yang masih bekerja meski uang sudah menjadi alas tidurnya. Terlihat jelas uang bukanlah tolak ukur bahagia.

Banyak uang saja belum bahagia seutuhnya, apalagi tidak ada uang. Coba tanyakan pada Koes Ploes bagaimana caranya "hati senang walaupun tak punya uang"? Jangan khawatir, teman. Kita semua sama.

"Aku sudah kasih semua yang aku punya. Aku sudah beri apapun yang aku bisa. Semua cuma untuk kamu! Tapi apa yang kamu kasih ke aku? Apa yang aku dapat? Mana timbal baliknya?"

"Apa yang kamu kasih itu gak ada apa-apanya. Uang yang kamu beri itu kurang!".
"Kamu memang akan selalu kurang berapapun yang aku kasih. Aku sudah melakukan yang terbaik yang aku bisa. Tetap saja kamu tidak menghargai usahaku. Apapun juga akan selalu kurang buatmu!"
"Begitu juga denganmu. Apa yang sudah aku beri juga kamu tetap merasa kurang. Uangmu tidak memenuhi kebutuhanku bagaimana bisa kamu mengharap kasihku memenuhi keinginanmu?"
"Aku tidak menuntut banyak darimu. Setidaknya timbal balik yang baik. Aku melakukannya semua untukmu".

"Aku juga tidak menuntut lebih, kamu yang tidak mampu. Aku sudah bersabar tetapi perutku tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk lapar".


Itulah mengapa kita diperingatkan akan tiga hal; harta, tahta, wanita. Kalian sebut wanita matre? Tidak sepenuhnya karena kebutuhan wanita lebih banyak daripada lelaki. Bukan wanitanya yang matre, lelakinya yang tidak mampu memenuhi.


Tidak jarang perselisihan dalam hubungan juga karena uang. Uang yang telah dikasih pasti mengharapkan timbal balik. Namun, uang tidak akan pernah cukup. Selalu kurang dan bermasalah. Sering terjadi uang yang diberi tidak sesuai dengan tuntutan hari-hari. Alhasil, ketika menuntut kasih, uang berbicara bahwa sang majikan belum terpenuhi dan pertengkaranpun terjadi.

Perihal uang, tidak ada yang tidak bisa dibeli oleh uang. Bahkan cinta juga lebih mudah dijalankan jika banyak uang. Maka terkutuklah uang yang dapat menjadi alasan menghilangnya nyawa seseorang.

Saya tidak munafik, saya sangat membutuhkan uang. Baik untuk pengobatan, makan maupun sekadar membeli barang yang sudah tidak bisa terpakai. Jadi siapakah yang mempunyai banyak uang dan ingin membantu saya? Hahahaha..

Ingin menghakimi? Waktu dan tempat saya persilahkan.


No comments: