"Kamu itu egois. Orang-orang cuma harus mengerti kondisi kamu sementara kamu tidak mau mengerti perasaan orang lain", ucap seorang yang terluka perasaannya karena diacuhkan perasaannya.
"Kamu yang egois. Tidak
kurang usahaku cuma buat kamu. Kamu tau keadaanku, aku cuma minta waktu. Kalau
kamu diposisiku, kamu pasti paham maksudku", jawab seorang yang merasa
diremehkan keadaannya.
Lantas, siapakah yang
sebenar-benarnya dalam posisi benar?
Bisa tidak ada, bisa keduanya. Relatif. Semua tergantung perspektif.
Bisa tidak ada, bisa keduanya. Relatif. Semua tergantung perspektif.
Seperti sebuah kutipan,
"Tidak ada benar salah dalam cinta, semua satu, lebur".
Lebur bukan berarti hancur, ia
menyatu. Satu kesatuan utuh, mungkin juga abu.
Pertanyaannya, benarkah itu
cinta?
Cinta merupakan tingkatan paling
atas. Apakah kamu yakin rasamu itu cinta?
Sebelum cinta, ada sayang. Coba
kamu pahami, itu cinta atau sekadar sayang?
Jangan terburu bilang sayang
kalau nyatanya hanya empatik. Sayang dan empatik itu berbeda, jadi dimanakah
perasaanmu yang sebenarnya?
Jauh diawal rasa empatik, itu
hanya suka. Mungkinkah semua rasa itu hanya sebatas suka?
Bingung? Tanyakan hatimu, sebatas
apa kamu memiliki rasa pada dirinya. Suka? Empatik? Sayang? Atau benar cinta?
Ketika kamu menyukai sate
kambing, itu disebut suka, bukan empatik, sayang, apalagi cinta. Kenapa? Karena
kamu tidak mungkin memakan sate kambing sehari tiga kali, setiap hari. Suka
itu tidak satu, akan ada suka suka yang lainnya.
Empatik lebih pada rasa
mengasihani. Muncul rasa empatik ketika kita merasa keadaan orang lain
lebih berat daripada yang kita jalani. Misalnya ketika tsunami Selat Sunda,
kita melihat ada seorang anak yang sedang keluar kota untuk berlatih sepak bola
tetapi ketika ia pulang, tiada sanak keluarga yang tersisa. Ia menangis
dipelukan sang polisi. Kita yang melihatnya ikut terenyuh. Kita memang
memikirkan anak tersebut, kita juga memberikan sesuatu untuk membantunya tapi
itu belum sayang apalagi cinta. Itu empatik karena kalau kita tinggal
sebulan-dua bulan dengan anak itu, belum tentu bisa. Hanya empatik, merasa
kasihan.
Jadi, coba tanya dirimu, itu sayang atau empatik belaka?
Jadi, coba tanya dirimu, itu sayang atau empatik belaka?
Sayang juga banyak ragamnya. Ada
sayang pasangan, selingkuhan, sahabat, teman, pasangannya teman, guru dan
lain-lain. Sayang muncul ketika kamu memberi tanpa harap kembali. Sayang lebih
pada memberi. Ketika kamu merasa sangat sayang pada pasanganmu, kamu akan
selalu memberi.
Mungkin sayang mendekati cinta
tetapi ada perbedaannya. Cinta itu ada pengorbanan. Ketika sudah cinta, tidak
akan ada perhitungan, tidak ada logika dan kamu tidak merasa berkorban. Orang
lain mungkin melihat kamu bodoh karena bisa sebegitunya pada pasanganmu tapi
kamu tidak merasa berkorban. Seperti kutipan, "Hal yang paling susah di
dunia adalah menasihati orang yang sedang jatuh cinta". Hal itu benar
adanya karena dia yang sedang jatuh cinta, tidak berlogika.
Perbedaan lain dari sayang dan
cinta adalah sayang itu tidak kekal. Misalnya kita mempunyai handphone
baru, mungkin saja kita akan menyayangi sepenuh hati ketika baru beli tapi
begitu sudah lama, perawatan kita akan berubah, kita akan lebih acuh. Menggebu
di awal tetapi secara perlahan sayang itu memudar.
Sedangkan cinta itu konsisten
dan ada pengorbanan tanpa perhitungan. Cinta tidak akan mampu menyakiti.
Dalam rumus cinta, kita akan merasa tersakiti saat kita menyakitinya.
Dari penjelasan tersebut, sudah
sangat jelas membedakan rasa suka dan empatik. Bagaimana dengan sayang dan
cinta? Uji dengan waktu.
Sayang itu kondisional.
Cinta itu tanpa alasan.
Cinta itu tanpa alasan.
Kembali pada bahasan awal, ketika
merasa paling benar, coba tanyakan dirimu, apakah kamu menyayangi atau hanya
sebatas empatik?
Kamu sebut itu cinta ketika
merasa telah berkorban? Namun, kamu sebut apa ketika perasaanmu haus akan
balasan tanpa menghiraukan keadaan?
Kamu sebut itu sayang karena
telah memberi perhatian? Lantas apa sebutannya ketika kamu tidak peduli akan
sakit yang ia alami?
Perspektif berasal dari dua belah
pihak dan akan selalu merasa paling. Namun, bagiku rasa itu tentang saling.
Sudahlah, tidak penting membahas
teori tentang isi hati. Satu hal yang pasti, aku tidak ingin kamu pergi.
Malam ini, sungguh ku ingin kamu disini menemani.
Malam ini, sungguh ku ingin kamu disini menemani.
No comments:
Post a Comment