Kalau kamu disampingku, mungkin aku sudah menghajarmu batinku saat emosi merajai diri karena perlakuan dan ucapanmu.
Namun, siapakah aku?
Mungkin benar akulah binatang
jalang. Berharap mati kala gengsi merajai. Terbayang kubur meski diri dikejar
lembur.
Ya, akulah binatang jalang.
Melacurkan waktu, pikiran, tenaga, rasa tak terkecuali badan. Menghabiskan sisa
rasa beruap asa. Menghardik sendiri karena simpati. Sungguh, pelacuranku tidak
butuh dikasihani. Tidak pula untuk dimaki.
Aku benci mengakui sepi. Terlalu
bising dalam sunyi. Mengalir tangis berbalut jerit. Membisikkan akhir dalam
imaji.
"Apakah ini akhir, binatang
jalang?", gumamku menatap pantulan pada riak. Disana, didangkalnya aliran
menyerupai pemikiran, ada aku, kebingungan, kehampaan, kesendirian, kesakitan.
Berharap tenang berbuah senang. Menghapus trauma akan pedihnya tawa.
Kesakitanku bukan lagi tentang
harga diri. Ditinggal pergi, dimaki sepi, sendiri lebih pedih dari mati.
Sebutlah aku binatang jalang.
Mengorbankan hati melupakan pamrih. Memuji materi menyembuhkan sepi.
Menginginkan kasih, mendapatkan caci.
No comments:
Post a Comment