Saturday, March 23, 2019

Kutanya Malam


Malam ini buah dari sore tadi. Aku yang tidak tahu mengapa emosi kian menjadi. Mungkin sakit, kecewa atau terlalu sedih. Seperti yang diucap para psikolog, "ketika seseorang dapat marah dan menangis karena hal sepele, sesungguhnya terdapat luka di lubuk dalam hatinya, ia sedih, sakit, kecewa".

Hah.. Aku benci kala orang-orang mulai memahami pelajaran psikologi. Semuanya terlihat transparan tanpa tepi. Susah menutupi apa yang sedang dialami. Bukan secara nyata tapi topeng seakan dikuliti.

Orang bilang, "kedewasaan diukur dari seberapa pandai mereka menggunakan topeng". Itu dulu, kawan. Zaman berubah, teknologi berkembang tapi kamu tetap disana, sulit kugapai. Halah...

Semuanya tidak lagi sama. Teori yang lalu hanya berlaku di masa itu. Kini semua bertopeng. Bahkan para setanpun kehilangan pekerjaan karena manusia telah pandai menggunakan topeng mereka.

Terlalu banyak berita tentang betapa setan tinggal ongkang-ongkang kaki tersenyum melihat kelakuan manusia. Manusia tidak perlu lagi dihasut berdosa, manusia sudah mandiri, tahu cara kerja setan tanpa perlu tutorial.

Ayah bunuh anak karena himpitan ekonomi.
Anak bunuh ibu karena kesal dinasehati.
Suami bunuh istri karena menolak berhubungan intim.
Teman bunuh teman karena tidak terima di bully.
Anak SD diperkosa dan wajahnya dikuliti.
Miris.

We can see human but not humanity.

Pernah dengar berita seorang lelaki di Lampung bunuh diri karena depresi masalah asmara dengan kekasih?

Itu miris. Bukan. Bukan tentang caranya mengakhiri hidup tapi tentang bagaimana dengan mudahnya netizen mencaci, menghakimi bahkan menjadikan konten hahahihi.
Sudah begitu hilangkah rasa empati? Bukankah mendoakan lebih menenangkan daripada menghakimi dan menjadi bahan ghibahan?

Jangan pernah meremehkan orang yang terlihat frustasi, depresi. Gak mudah menjadi mental illness survivor. Serius! Ini perihal serius.

Orang dengan mental illness atau penyakit mental biasanya disertai gejala depresi. Sungguh tidak mudah keluar dari lingkaran itu. Sekalipun keluar, itu gak menjamin sembuh total karena biasanya hal tersebut bisa terjadi lagi.

Tiap orang punya kuatnya masing-masing. Mudah bagimu, belum tentu berlaku mudah buat orang lain. Perihal sepele saja, kamu tahan dingin dan kuat dalam ruangan ber-AC tentu tidak bisa kamu bandingkan dengan seseorang yang bahkan dengan kipas angin volume kecil saja sudah kedinginan bukan main. Itu batas mampunya, itu kuatnya dan sudah pasti ada sesuatu hal dalam dirinya yang tidak bisa kamu bandingkan dengan dirimu.

Lalu apa yang akan kamu lakukan? Mengejeknya dengan ucapan, "halah.. Cuma 20 kok ini, ga dingin, jangan lemah deh, yang laen juga biasa aja". Kamu membunuhnya, kawan.
Rangkul dia, ucapkan "ga kuat dingin ya? Mau gimana? Kalo dimatiin ga mungkin soalnya yang laen juga butuh AC. Kamu pake jaket aja ya, duduknya yang ga kena AC jadi ga terlalu kerasa dinginnya, gimana?".

Ga susah kok jadi baek itu. Cukup sedikit buka mata, telinga, pikiran, hati, rangkul.
Begitu juga perihal depresi. Sejujurnya, mereka butuh solusi tapi hal yang paling penting adalah mereka ingin didengar.

Terjadi lagi, seorang pemuda loncat dari lantai 3 mall di Jakarta. Semakin maju teknologi, semakin rentan tingkat depresi.

Ketika seseorang bercerita, mengeluhkan keadaannya kepadamu artinya ia percaya pada dirimu. Dia tidak berharap solusi. Ia hanya ingin didengar dan tidak ditinggal dibiarkan sendiri.

Banyak terjadi, orang yang telah dipercaya merasa malas, merasa bosan selalu mendengar keluhan dan berpikir meninggalkan. Sungguh kamu membuka lubang yang besar bagi depresinya, sobat.

Orang yang depresi sudah dipenuhi perkara negatif dalam hati dan diri. Jika ia ditinggali, sungguh ia merasa semakin terasingi, tidak ada yang peduli, merasa tidak berguna, hanya bisa menyusahkan, bahkan cenderung ingin mengakhiri.
Jangan pula berbicara agama pada orang depresi, mereka sudah paham tentang itu. Baginya, urusan mati perkara dirinya dengan Tuhan yang penting lelahnya hati, hancurnya diri sudah tidak terasa lagi.
Hingga akhirnya pilihan di depan mata. Mengakhiri atau kembali melangkah lagi.
Namun, semua kembali pada kuasaNya. Jika Tuhan berkata belum waktunya, manusia hanya bisa berencana.

Malam ini, aku kembali. Persimpangan itu masih abu tapi kulihat dirimu disana dengan semua rencanamu.
Mungkin terdengar manis kala kamu memasukkanku dalam rencanamu. Namun, aku takut. Takut akan kemampuanku yang jauh di bawah ekspektasimu.

Ku duduk sebelum pertigaan, ku pesan makanan dan ku bertanya pada malam, "apa yang harus kulakukan?".
Tidak ada jawaban.
Hingga suara pemadam kebakaran menarik perhatian. Aku masih beruntung dapat menikmati angin malam beserta makanan sementara disana ada yang sedang bertahan melawan kobaran.

Sungguh aku lelah. Mungkin obat pereda sakit kepala berwarna merah dapat membantuku. Setitik jawaban dari ku butuh tidur malam ini.

Selamat malam para budak kemajuan zaman. Semoga tidur nyenyak dalam jiwa yang damai. Selalu sehat ketika pagi menjelang. Bersemangat mencapai cita, cinta, dan mengukir cerita.

No comments: