Kala aku mengingat kata
kecewa, langsung terlintas memori ku akan semester 4. Saat itu keadaan ku jauh
dari kata mampu. Tak pernah kualami lemah yang begitu hebat menggerogoti
tubuhku. Dimulai dari pertama aku ingin membayar spp semester 4 yang sudah
meminta bantuan teman hingga pengisian krs. Tak sampai disitu. Rutinitas ku
dikampus seketika itu juga terhambat. Baik untuk akademi maupun organisasi.
Aku berangkat ke kampus
sesuai jadwal mata kuliah yang aku ambil. Saat itu aku mendapat 18 sks. Satu mata
kuliah memakan waktu dua jam. Jam pertama aku masih dapat mengikuti pelajaran
seperti biasa dan fokus, namun saat memasuki jam kedua semua fokusku melalang
buana seketika. Tak dapat kupingkiri, hal yang aku lakukan hanyalah menulis
kata-kata tidak penting, menggambar bahkan mengobrol.
Untuk organisasi pun
tak ayalnya aku menghindari kebersamaan. Saat ada kumpul bersama, progja maupun
rapat tak pernah kudatangi lebih dari lima kali. Bahkan yang seharusnya menjadi
kewajiban ku pun tak kulakukan dengan semestinya sehingga temanku yang berada
dalam satu departemen denganku mendapat imbasnya untuk menggantikan
keberadaanku.
Tak ada satu bulan aku
dikampus, keadaan ku makin mengganggu suasana indah mereka. Saat memasuki jam
ke dua, bukan lagi fokusku yang hilang. Namun keadaanku yang tak mampu bertahan
lama dalam ruangan itu dikarenakan sakit yang tak tertahan dahsyatnya. Tetapi
untuk menghargai dosen, aku bertahan hingga jam pelajaran usai. Ketika dosen
mulai keluar ruangan, idak hanya satu teman yang membopongku pulang. Kepanikan
mereka beralasan mengingat kondisiku yang tak mungkin lagi dapat bertahan lebih
lama.
Begitu pula ketika aku
ke kampus bukan karena ada jadwal kuliah. Melainkan hanya memenuhi tanggung
jawab ku dalam organisasi. Tak membutuhkan waktu lama bagi keadaanku untuk
menggerogoti kuatku. Hanya dalam kurun waktu kurang dari satu jam aku sudah
diantar ke rumah. Dan saat itu pula kepanikan nyokap tak bisa menahan air mata
beliau yang turun melihat keadaan anaknya yang semakin lama semakin tak mampu
bertahan dengan kuatnya.
Hari berganti hari dan
kuatku telah habis menahan sakit yang dengan dahsyatnya menggigiti tiap detik
yang aku punya untuk istirahat. Sakit ku tak kenal waktu. Semakin dahsyat saat
malam tiba. Tak ayal aku menjelma bagai kelelawar. Bekerja di malam hari namun
tidur di siang hari. Bedanya, kelelawar bekerja mencari makan kalau aku bekerja
menahan sakit. Ketika pagi hari, tenagaku sudah terkuras habis. Maka aku dapat
tertidur lebih kurang lima jam.
Keadaan semakin parah
bahkan bila sakit sudah menjalar ke bagian kepala. Pernah suatu ketika aku tak
mampu berjalan dengan tegak. Seluruh anggota keluarga seperti sudah habis akal
membantuku dengan obat maupun motivasi. Begitupun dengan teman-temanku yang tak
pernah bosan mengajakku bersabar dan berdoa. Bahkan ibuku memaki kalau kau
terlalu lemah dan memanjakan penyakit.
Suatu ketika aku
mencoba untuk berangkat ke kampus. Setelah mandi aku terpeleset karena tidak
kuat menahan godaman sakit kepala. Aku merayap-rayap memakai pakaian dan
menggunakan sepatu. Namun aku yakin aku tidak kuat kalau harus berjalan menuju
kampus. Hingga kakak ku menyuruh agar aku mengurungkan niatku untuk berangkat.
Semakin hari keadaan ku tak kunjung membaik, obat yang sebelumnya dapat menjadi
pereda nyeri, saat itu juga hanya dapat bekerja tidak lebih dari dua jam. Hal
itu juga yang menjadikan ku tak dapat bertahan kala malam dan sakit itu datang.
Alhasil, bulan berikutnya aku sudah tidak lagi menginjakan kaki di kampus.
Aku tahu teman-temanku
sedang sibuk dengan kuliah dan praktikum. tak banyak pula harapku akan
kedatangan mereka. Mereka tetap datang menjengukku bahkan memberikan dana untuk
pengobatanku. Hal yang tidak dapat kubalas dan tak pernah terbayang daam
pikirku.
Mengingat keadaanku
yang tidak mungkin dapat kembali ke kampus, aku mulai memutar otak agar nilaiku
tidak hancur. Aku mulai mencari informasi mengenai cuti. Tidak hanya lewat
pesan, saat mereka berkunjung pun aku bertanya dan berharap mereka dapat
mencarikan informasi.
Waktu terus berlalu, dan
tak ada satupun yang memberikan informasi perihal cuti. Aku tahu temanku ada
yang sudah melakukan cuti. Aku bertanya padanya namun tak ada jawaban. Aku
sudah berkali memnita tolong kepada mereka mencarikan info. Mereka hanya bilang
ke dekanat. Iya, aku tahu. Lantas apalagi yang harus aku lakukan? Bukankah
mereka sudah tahu keadaanku? Tak bisakah mereka bayangkan aku ke dekanat
sendiri dan terluntang-lantung mencari kepastian?
Saat itu juga aku
benar-benar merasa kecewa dalam. Aku tahu mereka sibuk, aku tahu mereka banyak
yang dipikirkan. Dan aku tahu kalau mereka tak ada waktu kosong sedikitpun
adalah bullshit. Kekecewaan itu tidak
berhenti. Pil pahit masih harus kutelan seiring banyaknya cibiran disekitar.
Setelah masa
perkuliahan semester 4 berakhir, para mahasiswa kembali sibuk dengan nilai.
Nilai yang menentukan sks mereka di semester selanjutnya, nilai yang menentukan
beasiswa yang ingin mereka dapatkan serta nilai yang menentukan kapan mereka
akan di wisuda. Sebagai manusia yang masih menyandang status mahasiswa, aku pun
ikut menyibukkan diri melihat nilaiku. Aku tidak terkejut melihat hasilnya
mengingat aku tidak mengikuti 80% masa perkuliahan. Namun air mataku tak dapat
tertahan. Bantalku seketika basah dan tanganku serasa tak ingin menghapus air di
pipi.
Seketika aku teringat
dalamnya kecewa yang kupendam. Begitu sakit, teriris, miris dan tak kuasa
menahan tangis. Sadarkah mereka akan luka dalam yang aku terima? Aku tak peduli
mereka sadar atau tidak. Aku mati rasa terhadapnya saat itu. Aku hanya ingin
bangkit dan membuktikan.
IP ku semester 4? 0,00
dengan semua nilai E dan satu mata kuliah yang nilainya tidak dikeluarkan. Saat
itu aku tidak peduli, yang aku pikir hanya bagaimana aku dapat merubahnya
menjadi kebanggaan. Namun saat ini aku memikirkannya, memikirkan bagaimana
mengatur semua mata kuliah ku hingga tak satupun akan menghancurkan
nilai-nilaiku.
Seketika itu aku tahu,
jangan pernah berharap dengan manusia. Siapa yang ada saat kamu butuh? Aku
sudah tahu jawabannya J Semakin kau dekat dengan manusia
semakin besar peluangmu merasa kecewa. Terkadang orang yang menurutmu paling
dekat adalah ia yang mampu menjatuhkanmu lebih mudah.
Ingatlah, Tuhan tak
akan meninggalkanmu sendiri J
No comments:
Post a Comment