Monday, February 4, 2013

kekecewaaan


Kala aku mengingat kata kecewa, langsung terlintas memori ku akan semester 4. Saat itu keadaan ku jauh dari kata mampu. Tak pernah kualami lemah yang begitu hebat menggerogoti tubuhku. Dimulai dari pertama aku ingin membayar spp semester 4 yang sudah meminta bantuan teman hingga pengisian krs. Tak sampai disitu. Rutinitas ku dikampus seketika itu juga terhambat. Baik untuk akademi maupun organisasi.
Aku berangkat ke kampus sesuai jadwal mata kuliah yang aku ambil. Saat itu aku mendapat 18 sks. Satu mata kuliah memakan waktu dua jam. Jam pertama aku masih dapat mengikuti pelajaran seperti biasa dan fokus, namun saat memasuki jam kedua semua fokusku melalang buana seketika. Tak dapat kupingkiri, hal yang aku lakukan hanyalah menulis kata-kata tidak penting, menggambar bahkan mengobrol.
Untuk organisasi pun tak ayalnya aku menghindari kebersamaan. Saat ada kumpul bersama, progja maupun rapat tak pernah kudatangi lebih dari lima kali. Bahkan yang seharusnya menjadi kewajiban ku pun tak kulakukan dengan semestinya sehingga temanku yang berada dalam satu departemen denganku mendapat imbasnya untuk menggantikan keberadaanku.
Tak ada satu bulan aku dikampus, keadaan ku makin mengganggu suasana indah mereka. Saat memasuki jam ke dua, bukan lagi fokusku yang hilang. Namun keadaanku yang tak mampu bertahan lama dalam ruangan itu dikarenakan sakit yang tak tertahan dahsyatnya. Tetapi untuk menghargai dosen, aku bertahan hingga jam pelajaran usai. Ketika dosen mulai keluar ruangan, idak hanya satu teman yang membopongku pulang. Kepanikan mereka beralasan mengingat kondisiku yang tak mungkin lagi dapat bertahan lebih lama.
Begitu pula ketika aku ke kampus bukan karena ada jadwal kuliah. Melainkan hanya memenuhi tanggung jawab ku dalam organisasi. Tak membutuhkan waktu lama bagi keadaanku untuk menggerogoti kuatku. Hanya dalam kurun waktu kurang dari satu jam aku sudah diantar ke rumah. Dan saat itu pula kepanikan nyokap tak bisa menahan air mata beliau yang turun melihat keadaan anaknya yang semakin lama semakin tak mampu bertahan dengan kuatnya.
Hari berganti hari dan kuatku telah habis menahan sakit yang dengan dahsyatnya menggigiti tiap detik yang aku punya untuk istirahat. Sakit ku tak kenal waktu. Semakin dahsyat saat malam tiba. Tak ayal aku menjelma bagai kelelawar. Bekerja di malam hari namun tidur di siang hari. Bedanya, kelelawar bekerja mencari makan kalau aku bekerja menahan sakit. Ketika pagi hari, tenagaku sudah terkuras habis. Maka aku dapat tertidur lebih kurang lima jam.
Keadaan semakin parah bahkan bila sakit sudah menjalar ke bagian kepala. Pernah suatu ketika aku tak mampu berjalan dengan tegak. Seluruh anggota keluarga seperti sudah habis akal membantuku dengan obat maupun motivasi. Begitupun dengan teman-temanku yang tak pernah bosan mengajakku bersabar dan berdoa. Bahkan ibuku memaki kalau kau terlalu lemah dan memanjakan penyakit.
Suatu ketika aku mencoba untuk berangkat ke kampus. Setelah mandi aku terpeleset karena tidak kuat menahan godaman sakit kepala. Aku merayap-rayap memakai pakaian dan menggunakan sepatu. Namun aku yakin aku tidak kuat kalau harus berjalan menuju kampus. Hingga kakak ku menyuruh agar aku mengurungkan niatku untuk berangkat. Semakin hari keadaan ku tak kunjung membaik, obat yang sebelumnya dapat menjadi pereda nyeri, saat itu juga hanya dapat bekerja tidak lebih dari dua jam. Hal itu juga yang menjadikan ku tak dapat bertahan kala malam dan sakit itu datang. Alhasil, bulan berikutnya aku sudah tidak lagi menginjakan kaki di kampus.
Aku tahu teman-temanku sedang sibuk dengan kuliah dan praktikum. tak banyak pula harapku akan kedatangan mereka. Mereka tetap datang menjengukku bahkan memberikan dana untuk pengobatanku. Hal yang tidak dapat kubalas dan tak pernah terbayang daam pikirku.
Mengingat keadaanku yang tidak mungkin dapat kembali ke kampus, aku mulai memutar otak agar nilaiku tidak hancur. Aku mulai mencari informasi mengenai cuti. Tidak hanya lewat pesan, saat mereka berkunjung pun aku bertanya dan berharap mereka dapat mencarikan informasi.
Waktu terus berlalu, dan tak ada satupun yang memberikan informasi perihal cuti. Aku tahu temanku ada yang sudah melakukan cuti. Aku bertanya padanya namun tak ada jawaban. Aku sudah berkali memnita tolong kepada mereka mencarikan info. Mereka hanya bilang ke dekanat. Iya, aku tahu. Lantas apalagi yang harus aku lakukan? Bukankah mereka sudah tahu keadaanku? Tak bisakah mereka bayangkan aku ke dekanat sendiri dan terluntang-lantung mencari kepastian?
Saat itu juga aku benar-benar merasa kecewa dalam. Aku tahu mereka sibuk, aku tahu mereka banyak yang dipikirkan. Dan aku tahu kalau mereka tak ada waktu kosong sedikitpun adalah bullshit. Kekecewaan itu tidak berhenti. Pil pahit masih harus kutelan seiring banyaknya cibiran disekitar.
Setelah masa perkuliahan semester 4 berakhir, para mahasiswa kembali sibuk dengan nilai. Nilai yang menentukan sks mereka di semester selanjutnya, nilai yang menentukan beasiswa yang ingin mereka dapatkan serta nilai yang menentukan kapan mereka akan di wisuda. Sebagai manusia yang masih menyandang status mahasiswa, aku pun ikut menyibukkan diri melihat nilaiku. Aku tidak terkejut melihat hasilnya mengingat aku tidak mengikuti 80% masa perkuliahan. Namun air mataku tak dapat tertahan. Bantalku seketika basah dan tanganku serasa tak ingin menghapus air di pipi.
Seketika aku teringat dalamnya kecewa yang kupendam. Begitu sakit, teriris, miris dan tak kuasa menahan tangis. Sadarkah mereka akan luka dalam yang aku terima? Aku tak peduli mereka sadar atau tidak. Aku mati rasa terhadapnya saat itu. Aku hanya ingin bangkit dan membuktikan.
IP ku semester 4? 0,00 dengan semua nilai E dan satu mata kuliah yang nilainya tidak dikeluarkan. Saat itu aku tidak peduli, yang aku pikir hanya bagaimana aku dapat merubahnya menjadi kebanggaan. Namun saat ini aku memikirkannya, memikirkan bagaimana mengatur semua mata kuliah ku hingga tak satupun akan menghancurkan nilai-nilaiku.
Seketika itu aku tahu, jangan pernah berharap dengan manusia. Siapa yang ada saat kamu butuh? Aku sudah tahu jawabannya J Semakin kau dekat dengan manusia semakin besar peluangmu merasa kecewa. Terkadang orang yang menurutmu paling dekat adalah ia yang mampu menjatuhkanmu lebih mudah.
Ingatlah, Tuhan tak akan meninggalkanmu sendiri J

No comments: