Mereka,
orang yang selama ini telah menemani hariku yang pertama kali kurasakan akan
sangat membosankan. Mereka adalah orang-orang yang akan terus menemani hariku
selama 40 hari. Mereka adalah orang-orang terlama yang akan berada disamping ku
selain keluargaku.
Mereka
adalah dian, nayuv, eja, sarah, inayah dan fajrin. Bersama mereka tak terasa
sudah satu minggu waktu berlalu. Tanpa ada keluhan yang berarti. Tawa itu
selalu ada meski terkadang kehampaan itu datang.
Bermula
dari aku keluar dari kelompokku yang lama. Sempat aku menangis, hal sepele
memang menurut pandangan orang. Hanya pindah kelompok saja sampai menangis.
Drama sekali. Hal yang seharusnya tak dilakukan oleh orang yang memang ingin
keluar dari kelompok tersebut.
Keluarnya
aku bukan tanpa pertimbangan yang matang. Tetapi karena banyaknya pertimbangan
itulah air mata ini tak berhenti mengalir. Hal pertama yang jadi pertimbangan
adalah aku sudah terpatri dari awal dengan kelompok itu. Kalaupun harus ada
yang keluar, seharusnya memang bukan aku.
Hal
kedua yang menjadi ujung tombak tangisanku adalah ibu. Ibu sangat
mengkhawatirkan keberadaanku. Setelah ku beritahu bahwasanya aku mendapat
tempat yang dekat, beliau lega. Dan
setelah aku ceritakan bahwasanya ada dian dalam kelompokku, beliau sangat
tenang. Mengingat keadaanku yang tak pernah dilepas lama, dengan kondisi badan
yang mudah terserang penyakit tentu saja berita itu menjadi angin segar
baginya.
Bagaimana
bisa aku tetap di kelompok yang lama bila nafas lega ibu adalah adanya dian bersama
denganku. Apa yang mau aku katakan bila ternyata aku tak satu kelompok
denganku. Aku tak tahu apa yang akan dipikirkan oleh ibu bila aku tetap
dikelompok yang lama.
Bahkan
saat pertama kali aku menelepon beliau, yang pertama ditanya adalah “masi sama
dian? Gimana keadaan disana? Dingin, nak?”
Sungguh
tak dapat terbayangkan bila aku menjawab “tidak”. Mungkin ibu akan sangat
intensif mengabariku bahkan menterorku dengan pertanyaan-pertanyaan sepele yang
sesungguhnya beliau pun tahu jawabannya. Misalnya “gimana, nak? Dingin? Sakit
ga? Kalo ada apa-apa ijin pulang aja, atau kasi tau tempatnya nanti dijemput”
berbeda dengan sekarang, yang ditanya tak lebih jauh dari “sudah makan belum?
Makan apa? Dian gimana?”
Selain
itu, hal yang menyebabkan ku ingin keluar dari kelompok lama adalah aku tidak
klop dengan kelompok tersebut. Maaf dikata, tapi apalah arti bila aku disana
hanya lebih untuk dimanfaatkan tenaganya.