Wednesday, December 4, 2013

Rindu :')

Sore ini aku menemuimu dalam sosok dia.
Dia dalam balutan baju putih tersenyum ramah terhadapku. Hai, sobat. Ia tersenyum padaku. Bahkan memasang aksi untuk membuatku tertawa. Ia juga duduk mendekatiku. Menatapku.
Membuatku bergumam “kamu”. Aku tau, sangat tau bahkan jelas mengetahui bahwa itu bukan kamu. Tapi ada rasa yang selama ini sudah dalam, sangat dalam, terlalu dalam bahkan melewati kata dalam. Rindu. Buncahan itu menemukan wadahnya. Meski tak tertumpah ruah, setidaknya tak terlalu memenuhi kembali yang lama.
Perlahan aku mulai memperhatikannya. Senyumnya mengingatkanku padamu. kegemarannya menarikku kembali ke 9 tahun yang lalu, saat terakhir aku melihatmu di atas pentas itu. Rambut panjang terurai, merupakan khasmu. Aku menikmatinya, sobat.
Hal lucu yang ia lakukan adalah memainkan alat musik. Suaranya tidak terlalu besar, sehingga ia harus mengalah untuk bergantian memadukan suara alat musiknya. Sampai tiba saatnya meraka berhenti, ia mulai memainkan alat musiknya. Ia gembira. Ia tertawa. Dan ia kembali mentapku, sobat. Sambil tersenyum. Maafkan aku, sobat. Tapi lara seperti bertemu sandaran nya. Bukan untuk selamanya, hanya dikala penat. Aku akan merindukannya, tepatnya merindukanmu dalam sosoknya  J
Kalau saja aku bisa bercanda tawa dengannya, mungkin buncahan itu perlahan akan menemukan arusnya untuk bertahan hingga wadah seseungguhnya berada pada tempatnya.

Aku akan mencarinya, memperhatikannya bahkan tersenyum bersamanya. Kiranya untuk meredam rasa yang teramat dalam kusimpan rapi. Dalam kalbu kuucap satu kata untukmu, rindu :’)

aku ingin menemuimu :')

Hai.. apa kabarmu? Sudah sangat lama kita tak bertemu. Berjuta kata kuucap dalam doa berharap sebuah pertemuan belum mendapat jawabannya. Tak ada kata perpisahan untuk waktu yang lama. Tak pula kontak untuk komunikasi, maupun sebuah alamat yang  dapat kutuju untuk bertegur sapa denganmu. Aku merindukanmu. Jauh dalam lubuk hatiku, tak ada kata yang dapat mewakili perasaan ini.
Keberadaanmu membuat ruang tersendiri dalam hati. Begitu rapi bahkan diposisi tertinggi. Setidaknya hal itu belum berubah sampai saat ini. Kenangan bersamamu begitu tajam terajut dalam memori. Hingga detik terakhir eratnya tangan itu perlahan memberi tanda berpisah. Yang tak sampai hati aku mengingatnya dalam mimpi.
Bagaimana keadaanmu sekarang? Bermimpi tentangmu, keadaanmu, keberadaanmu, kelaraan hatimu membuat hatiku teriris. Aku meringis menahan sakitnya. Ku jauhi dunia luar sesaat untuk sekedar merenungi bunga tidur itu. Aku percaya alam berbahasa, semesta menalarkan keadaaannya.
Banyak yang meragukan maksud keras hatiku. Hanya perasaan khawatir yang mendalam. Kecemasan yang tak berbalas. Bahkan rindu yang terucap. Getir aku mendengarnya. Bagaikan hujan salju di padang gurun, namun kenyataan adalah itu tidak salah. Aku menerimanya, meski lara ini tetap membuncah.
Semakin lama ternyata rasa ini, lara ini tetap tak mempunyai tuan nya. Ia meringis tetap dalam kesalnya. Mencoba berontak pada system, yang ada hanyalah terlihat bodoh karna tak ada yang ingin berjalan bersama. Begitu banyak pengandaian dan harapan. Tak pernah sirna meski dalam doa. Tak pernah pudar walau hanya dalam diam. Aku jauh ingin menemuimu.