Sore
ini aku menemuimu dalam sosok dia.
Dia
dalam balutan baju putih tersenyum ramah terhadapku. Hai, sobat. Ia tersenyum
padaku. Bahkan memasang aksi untuk membuatku tertawa. Ia juga duduk
mendekatiku. Menatapku.
Membuatku
bergumam “kamu”. Aku tau, sangat tau bahkan jelas mengetahui bahwa itu bukan
kamu. Tapi ada rasa yang selama ini sudah dalam, sangat dalam, terlalu dalam
bahkan melewati kata dalam. Rindu. Buncahan itu menemukan wadahnya. Meski tak
tertumpah ruah, setidaknya tak terlalu memenuhi kembali yang lama.
Perlahan
aku mulai memperhatikannya. Senyumnya mengingatkanku padamu. kegemarannya menarikku
kembali ke 9 tahun yang lalu, saat terakhir aku melihatmu di atas pentas itu. Rambut
panjang terurai, merupakan khasmu. Aku menikmatinya, sobat.
Hal
lucu yang ia lakukan adalah memainkan alat musik. Suaranya tidak terlalu besar,
sehingga ia harus mengalah untuk bergantian memadukan suara alat musiknya. Sampai
tiba saatnya meraka berhenti, ia mulai memainkan alat musiknya. Ia gembira. Ia tertawa.
Dan ia kembali mentapku, sobat. Sambil tersenyum. Maafkan aku, sobat. Tapi lara
seperti bertemu sandaran nya. Bukan untuk selamanya, hanya dikala penat. Aku akan
merindukannya, tepatnya merindukanmu dalam sosoknya J
Kalau
saja aku bisa bercanda tawa dengannya, mungkin buncahan itu perlahan akan
menemukan arusnya untuk bertahan hingga wadah seseungguhnya berada pada
tempatnya.
Aku
akan mencarinya, memperhatikannya bahkan tersenyum bersamanya. Kiranya untuk
meredam rasa yang teramat dalam kusimpan rapi. Dalam kalbu kuucap satu kata
untukmu, rindu :’)